SERAGAM KEBANGGAAN

Sore ini kutegapkan tubuh kecilku di depan cermin.

Ku kaitkan satu persatu kancing baju yang telah ibu siapkan di atas tumpukan  kain yang tertata rapi dalam almari kamarku. Yah, berbicara tentang rapi. Ibuku memang jagonya. Setiap sudut rumah hampir tak pernah ada benda yang berserakan. Pokoknya untuk masalah kebersihan ibuku bisa dibilang paling the best.

Tak lama ku tengok jam dinding yang berbunyi di kamarku. Ku lihat waktu telah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Aku langsung berbegas membereskan semua keperluan yang akan aku bawa bersama ayah. Sebelum pergi tak lupa aku goreskan sedikit pewangi biar tidak dibilang ayah bau asem. Hee… soalnya saat latihan biasanya kita bakal mandi keringat.

“Ayo Kak, kita berangkat sekarang!” Perintah ayah dari luar rumah.

“Iya Yah, sebentar lagi…”

Ku jawab ajakan ayahku sambil membenarkan kembali seragam yang kupakai.

Dengan cepat, aku bergegas lari menuju ayah yang sudah sedari tadi menungguku di kursi tamu ditemani secangkir kopi dan juga tempe medoan sebagai makanan favoritnya.

“Ayo Yah aku sudah siap” sapaku.

“Baiklah, lets go. Kita berangkat sekarang, ya!” balas ayah penuh semangat.

Ini hari Ahad, hari biasa aku dan ayahku pergi latihan tapak suci. Hari ini ayah akan mengajakku untuk latihan tapak suci di taman kota yang tak jauh dari rumahku. Sejak kecil, ayah selalu membawaku latihan dari tempat satu ke tempat yang lain. Awalnya aku hanya sekedar mengikuti saja. Aku tidak paham dengan apa yang aku kenakan. Yang aku tahu dulu adalah pakaian yang aku kenakan itu menyerupai pakaian tokoh pahlawan kartun yang sering aku lihat di televisi. Namun sekarang ini aku paham ternyata seragam merah lis kuning ini mempunyai makna yang sangat dalam.

Hai, namaku Firdan, aku berusia 10 tahun. Saat ini aku duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar. Sejak kecil aku sudah berlatih silat. Ya, seperti yang kubilang tadi, awalnya aku hanya sekedar diajak ayah setiap beliau melatih dari satu tempat ke tempat lain.  Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku semuanya perempuan. Jadi mungkin ayah mengajariku tapak suci  karena secara tidak langsung ingin membekali aku agar bisa memperoleh ilmu bela diri. Apalagi secara aku adalah anak laki-laki.

Ayah memang panutan terdekatku saat ini. Ayah selalu mengajakku melakukan berbagai macam kegiatan. Bahkan terkadang ayah suka mengajakku bepergian berdua saja. Seperti sekarang ini, kami berlatih bersama. Tapi biasanya, tidak hanya aku dan ayah yang latihan. Ibu dan adikku pun turut serta. Ayah sejak kecil belajar beladiri pencak silat tapak suci, sedangkan ibu mengenal perguruan silat ini sejak duduk di bangku perkuliahan. Di rumah bahkan terpampang banyak sekali medali-medali yang mereka peroleh sewaktu muda.

Dari Tapak Suci aku mengenal Muhammadiyah. Selain itu, keluargaku memang semua bermuhammadiyah. Ayah dan Ibuku bekerja di sekolah muhammadiyah.  Aku dan kedua adikku pun sama. Kami di sekolahkan di sekolah muhammadiyah. Di sekolah kami tapak suci ini adalah program ekstra wajib. Maka semakin melekat eratlah tapak suci ini dengan kehidupan kami.

“Dua hari lagi kita sekeluarga akan ke Solo.” Ucap ayah sembari mengendarai motor.

“Mau ngapain yah? Liburan ya?” tanyaku penasaran.

“Haha… kamu pikirannya liburan terus.” Ayah tertawa.

“Ayah ditugaskan menjadi wasit Kejuaraan Dunia Tapak Suci. Nanti ada banyak kontingen atlet dari luar negeri.” Jelas ayah.

“Hhaa, yang bener yah? Aku boleh ikut?”

“Harus dong… Nanti kita berkenalan juga sama teman-teman ayah.” Ayah tersenyum.

“Asyiiik… Duh, tapi kok aku jadi deg-degan Yah, kalau gak bisa ngomong bahasa Inggris gimana Yah? Kan malu.. hehe.”

“Haha, tenang saja besok Ayah bantu…”

“Horeeee…” Aku bersemangat menyambut hari itu.

Malam Hari

Tubuhku terkoleh kesana kemari. Sprei yang awalnya tertata rapi kini mulai kusut setengah berantakan. Terbayang sudah apa yang akan aku alami dua hari lagi. Bertemu dengan atlet-atlet tapak suci hebat dari berbagai belahan dunia membuatku begitu sangaaaattt bahagia. Terkadang masih tidak percaya.

“Rasanya seperti mimpi di siang bolong saja” (gumamku dalam hati).

Kupandangi langit-langit kamarku. Di mana tempat itu seolah-olah mengurai peristiwa-peristiwa indah yang akan terjadi nantinya. Namun tak lama dari itu aku mendengar suara yang kian jelas terdengar menuju ke arah pintu kamarku.

“Cetak cetok cetak cetok.” Tiba-tiba terdengar suara hentakan kaki berjalan.

Dengan sigap kutancapkan segera selimut sedapatnya. Aku tahu itu pasti ibu yang datang dan mengecek apakah aku sudah tidur atau belum.

Pintupun dibuka dan ibu mendekat kepadaku sambil berkata “Good night sayang. Semoga mimpimu indah, ya.”

Tak lupa ibu pun mencium keningku kemudian pergi.

Aku pun tersenyum dan segera merilekskan alam bawah sadarku untuk segera tidur. Ya, besok aku harus sekolah.

H – 1

Hari ini matahari bersinar dengan terang, aku berangkat sekolah seperti biasa. Rasanya tak sabar menunggu besok pagi. Terngiang besok kami sekeluarga akan naik kereta menuju kota Kasunanan. Tempat lahir dan besarnya nenek kakekku. Teringat seragam merahku di rumah sedang dicuci oleh ibu.

Tak terasa siang tiba. Aku pulang segera mengingat seragam kebanggaanku sudahkan selesai dikeringkan. Namun sesampai di rumah ibu terlihat sedikit sedih. Dia memandangku sayu.

Perasaanku berubah menjadi tidak enak dan merasa pasti ada sesuatu yang terjadi pada diriku. Dengan kalimat yang sedikit khawatir bercampur cemas kuberanikan diri untuk bertanya kepada ibu.

“Ada apa bu?” Tanyaku.

“Kak, maaf ya, seragammu…” Ibu tak melanjutkan perkataannya.

Perasaanku semakin campur aduk tak karuan. Masih dengan atribut sekolah yang lengkap akupun langsung berlari ke belakang rumah. Sesampai disana kusebarkan pandangan ke seluruh ruang belakang mencari sepasang seragam tapak suciku. Ya ampun, aku terpaku pada sebuah ember di ruang cuci.

“Seragamku kelunturan!!” Aku menatap baju itu lekat hingga tak terasa air mataku jatuh.

“Ibuuuu… kenapa seragamku begini?” Teriakku.

“Maaf ya kak, ibu minta maaf, ibu gak sengaja… maaf ya sayang… ” Ibu merasa bersalah.

“Ibu tahu bukan, ini baju mau aku pakai besok ?”

“Besok adalah acara yang aku impikan selama ini, Bu. Dan aku malu, jika aku harus mengenakan baju kelunturan seperti ini” Ucapku setengah tidak menerima keadaan.

“Ya Kak, Ibu tahu. Sekali lagi Ibu minta maaf ya”.  Tuturnya lagi.

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa ibu melakukan kesalahan begitu. Padahal ibu tau seragam itu akan aku pakai besok. Bagaimana mungkin aku bisa berangkat tanpa seragam merahku. Air mataku tumpah. Aku berlari menuju kamar. Kuluapkan kekesalanku ke bantal guling sejadi-jadinya. Kupukul dan kulempar mereka berkali-kali sembari air mata terus menetes. Rasanya aku kecewa sekali melihat baju itu. Tapi aku yakin ibu tak mungkin sengaja melakukan itu semua. Aku bingung apa yang harus aku perbuat saat ini. Apakah aku di rumah saja tidak menerima ajakan ayah ke Solo atau tetap pergi meski bajuku nampak aneh warnanya.

Ibu mengetuk pintu. Aku abaikan. Aku masih kesal.

“Nak, nanti ibu pinjamkan seragam tapak suci ke temanmu ya…?”

“Gak mau!! Aku mau seragamku. Titik !!” Aku berteriak.

Aku tau seharusnya aku tak bersikap begitu terhadap ibu. Tapi amarahku belum sepenuhnya mereda.

“Istighfar ya Kak, ibu beri waktu Kakak, biar Kakak tenang dulu.” Kata ibu.

Ibu membiarkanku di kamar sejenak. Ku tarik nafas dalam-dalam berulang kali. Degup jantungku yang tadinya menderu perlahan melambat. Aku tidak boleh seperti ini, batinku. Aku anak muslim, siswa Tapak Suci, aku putra Muhammadiyah, aku diajarkan untuk tetap hormat pada orang tua, tidak menghardik. Aku terdiam sejenak. Kuhapus air mata yang membasahi pipi. Pelan, kubuka pintu kamarku. Aku temui ibuku.

“Ibu, maaf…” Hanya kata itu yang terucap. Aku tak sanggup berkata-kata lagi.

Ibu langsung memelukku. “Ibu yang harusnya minta maaf, ibu yang salah. Firdan gak salah apa-apa.” Ucap ibu

“Terus bagaimana bu? Kan besok kita perginya…” Aku berharap ada solusi atas kejadian tidak menyenangkan ini.

“Nanti biar ibu dan ayah yang pikirkan ya, InsyaAllah, kita akan tetap berangkat.”

Ibu memelukku erat. Air mataku kembali tumpah. Namun, rasanya tenang dan nyaman dipeluk ibu seperti ini. Biarkan seperti ini dulu ibu, aku ingin seperti ini dulu.

The Day

Aku tertegun melihat banyaknya siswa Tapak Suci di Stadion Sriwedari Solo. Aku, ibu, ayah, dan dua adikku sudah sampai di Solo kemarin. Kami menginap di rumah saudara. Sepanjang perjalanan hingga malam harinya aku tidak dapat tidur nyenyak. Ayah ibu belum menemukan solusi apapun untuk seragamku yang kelunturan. Aku sedikit malu memakainya. Melihat yang lain berseragam merah merona, sedangkan aku merah agak pink. Ibu menggenggam tanganku, seolah ingin menguatkanku.

Siang itu kami dan ribuan siswa dan kader Tapak Suci mulai latihan bersama. Mereka menggaungkan lagu-lagu Muhammadiyah dan mars Tapak Suci. Bahkan anak-anak kecil seusia TK bersemangat. Aku sedikit melupakan pakaianku. Aku fokus melihat atlet-atlet yang telah membawa dan mengharumkan nama baik Negara, Muhammadiyah dan Tapak Suci ke kancah dunia. Mereka adalah Sang Juara Dunia. Mereka berbagi pengalaman bagaimana bisa menjadi juara dunia. Aku ingin seperti mereka.

Latihan Tapak Suci bersama di Stadion Sriwedari selesai sudah. Sekarang acara bebas, ayah, ibu, adik dan aku berkeliling, besalaman dengan teman-teman ayah ibu dari berbagai daerah. Tiba-tiba aku bertemu dengan sang juara dunia kak Iqbal Chandra. Serasa waktu terhenti sejenak. Tiba-tiba ibu menarikku, mengajakku berfoto bersama. Tak kusangka aku bisa berfoto dengan kak Iqbal Chandra. Meski seragamku sedikit rusak, tapi aku bahagia dapat berswafoto dengan atlet nasional.

Malam pun tiba, kami sudah berada di lokasi kedua. GOR Sritex Arena Solo. Ratusan manusia berseragam merah kuning memenuhi kursi dan tengah GOR. Banyak anak-anak SD sepertiku ikut datang memeriahkan kejuaraan dunia Tapak Suci. Kulihat pula kontingen Indonesia, Aljazair, Timor Leste, Singapura, Mesir, Taiwan, Pakistan, Jerman, Uganda, Maroko, Thailand, Lebanon, Sudan, dan paling heboh ketika kontingen Palestina dari memasuki lapangan, semua bersorak memberi dukungan tim Palestina karena kami tahu disana masih terjadi konflik.

Hatiku tiba-tiba berdegup saat ayah akan mengajakku bertemu secara langsung dengan teman-teman tapak suci dari berbagai negara. Terlintas rasa senang, bangga, tapi juga malu, jangan-jangan aku grogi saat bertemu nanti. Yaaahh, walaupun ada ayah tapi tetap saja perasaan nerves itu masih terasa.

Setelah selasai acara pembukaan. Para atlet berswafoto. Mereka tampak antusias mengikuti Tapak Suci World Championship. Wajah penuh senyum dan tawa membuatku semakin bersemangat.

“Assalamu’alaikum, hello bro…” Sapa ayahku ke temannya. Tak sabar rasa ini ingin segera berbincang dengan teman ayah.

“Let me introduce my son. Nah, He is my son.” Ayah menarikku ke dekapannya.

“Masya Allah, he is so handsome. Hello, what is your name?” teman ayah menyapa dengan ramah.

“My name is Firdan.” Untung aku masih ingat bagaimana cara menjawab pertanyaan seperti itu, seperti yang sudah ibu guru ajarakan di sekolah. Sambil tersenyum satu persatu kujawab pertanyaan mereka. Jika kesulitan ku tengok wajah ayah. Ayah dengan sigap membantu menjawab. Hingga akhirnya selesai sudah pembicaraan kami. Aku merasa beruntung bisa berkomunikasi dengan native seperti tadi. Tak kusangka, Tapak Suci juga ada di luar negeri, bahkan orang asli sana juga ikut menjadi siswa.

“I have something for you kids.” Kata uncle Jonny yang berasal dari Jerman.

“Thank you uncle” Jawabku.

Aku diberi sebuah hadiah tak terduga. Wah, ternyata seragam Tapak Suci Baru! Selain itu, aku dapat kaos dengan tulisan Komunitas Tapak Suci Jerman. Alhamdulillah, aku senang sekali. Hadiah ini akan kujaga dengan baik. Kulirik ibuku. Ibu tersenyum dan berbisik “Iya, iya, gak akan kelunturan lagi.” Kubalas dengan senyuman terbaikku.

“Yah, apa mereka sekarang muslim?” Tanyaku penasaran.

“Ada yang sudah muslim ada yang belum. Doakan saja semoga mereka yang belum mendapat hidayah.” Kata ayah.

“Berdakwah itu tidak melulu lewat pengajian Nak, dari ilmu beladiri yang kita punya bisa ditularkan ke mereka yang di luar sana. Dengan begitu mereka sedikit demi sedikit mengenal Islam.” Kata ayah.

“Iya ya Yah, kalau tiba-tiba disuruh ikut pengajian ya mana mau yah?”

“Secara tidak langsung pula, kita memperkenalkan Muhammadiyah ke mereka. Kan Tapak Suci itu salah satu ortom Muhammadiyah. Jadi Muhammadiyah akan semakin mendunia.”

Aku mengangguk tanda setuju. Aku jadi tau Muhammadiyah tidak hanya berdakwah dengan pengajian saja ya, tapi mempunyai organisasi otonom yang hebat, memperkenalkan Islam dan Muhammadiyah lewat seni bela diri.

“Ayah, suatu saat nanti  aku yang jadi atlet disana mewakili Indonesia.” Ujarku penuh harapan.

“Aamiin… Rajin latihan, oke!” Sahut ayah sambil tersenyum.

“Ya Yah, siap” balasku.

Senyumku terkembang. Aku lihat seragam merah kebanggaanku yang baru. Ternyata Allah mengganti kesedihanku di waktu yang tidak terduga ini. Aku jadi teringat pesan guruku saat di sekolah.

“Berbuat baiklah kamu, niscaya Allah akan membalas lebih atas kebaikan yang kamu perbuat. Dan percayalah kamu kepada Allah karena Allah adalah sebaik-baik pemberi pertolongan atas apa yang terjadi pada hambanya”.

Terbesit pertanyaan pada diriku sendiri, apa yang kamu tahu tentang Muhammadiyah? Yang aku tahu, Muhammadiyah berdakwah bukan sekedar mengajak dalam hal ibadah, tapi juga memberikan manfaat pada sesama manusia, agama, dan negara. Aku bertekad akan terus berdakwah melalui Tapak Suci dengan menjadi atlet yang dapat membanggakan negara Indonesia.

Biodata Penulis

Assalamu’alaikum, namaku Adzhani Ahmad Zuhayr. Aku biasa dipanggil Azza. Saat ini aku duduk di kelas 4 SD Muhammadiyah Kebumen. Aku anak pertama dari 3 bersaudara. Aku mempunyai dua adik perempuan. Aku bertempat tinggal di sebuah rumah kecil sederhana di Jalan Garuda nomer 28A Kebumen. Meskipun kecil, aku bahagia tinggal disana bersama keluargaku. Hobiku menggambar, menonton film. Aku bercita-cita menjadi ilmuan hebat yang dapat membuat alat-alat canggih untuk membantu sesama manusia. Motto hidupku adalah jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Artikel Terkait

SERAGAM KEBANGGAAN

Sore ini kutegapkan tubuh kecilku di depan cermin. Ku kaitkan satu persatu kancing baju yang telah ibu siapkan di atas tumpukan  kain yang tertata rapi dalam almari kamarku. Yah, berbicara tentang rapi. Ibuku memang jagonya. Setiap sudut rumah hampir tak pernah ada benda yang berserakan. Pokoknya untuk masalah kebersihan ibuku bisa dibilang paling the best.

Baca selengkapnya...

REPLAY 2006

2006Greeeeekkkkk.. duar.. duar !!Rio terbangun kaget. Tubuhnya di atas kasur terombang-ambing seakan ia berada di tengah laut. Seketikatangannya bepegangan erat pada dipan kasur kayu reot.“Rio! Cepat keluar!” Ayahnya tergopoh-gopoh membuka kamarnya. Tubuhnya gontai seperti pemabuk,ke kanan, kekiri, hilang keseimbangan.“Ayaaah..” Rio memeluk ayah. Ia benar-benar takut dengan apa yang sedang terjadi saat itu.“Ibu mana yah?” Tanya

Baca selengkapnya...

10 NASIHAT YANG MENYELAMATKAN

  Chapter 1# PENTINGNYA NASIHAT Pentingnya Nasihat Manusia adalah makhluk yang lemah dan mudah lupa. Pada satu waktu ia berbuat baik, namun pada waktu lain berbuat buruk. Suatu saat ia ingat, pada saat lain lupa. Pada satu waktu ia benar, pada waktu lain salah. Di sinilah pentingnya nasihat dan saran untuk mengingatkan. Melalui nasihat, orang

Baca selengkapnya...