KUN FAYAKUN

KUN FAYAKUN
Tubuh kecil itu mampu menopang sejuta beban kehidupan di usianya yang masih belia.
Namanya Mutia. Gadis kelas 6 itu hidup bersama sang ibu. Ayahnya belum lama ini meninggal karena sakit.
Sementara ibunya bekerja sebagai ART di tetangga tak jauh dari tempat kami tinggal. Kehidupan kami
memang pas-pasan. Tapi ibu selalu mengajariku tentang makna bersyukur dalam kehidupan.
Pagi ini, aku sudah siap berangkat sekolah. Kujinjing tas merahku dan ku ayunkan laju kakiku untuk
berpamitan dengan ibuku.
“Ibu dimana ?” sambil aku arahkan pandanganku untuk mencarinya.
Namun tak ada jawaban apapun dari ibu. Ku telusuri sudut demi sudut ruangan yang ada di rumahku. Tibatiba aku mendengar suara seperti rintihan dari sebuah ruang tak jauh dari tempat aku berdiri saat itu.
“Heerrmmm heerrmmm…” Terdengar suara ibu dari dalam kamar.
Dengan cepat kilat kuhampiri kamar ibu. ”Ibu kenapa ? badan Ibu menggigil”
“Tidak Mut, Ibu tidak apa-apa. Ibu sehat.” Nampak ibu menutupi rasa sakitnya itu.
“Kamu mau berangkat sekolah ya? Sudah berangkat sana, sudah siang nanti kamu terlambat.” Ucapnya.
“Tapi……” belum selesai aku bicara tapi ibu menatapku tajam sambil tersenyum dan mengisyaratkan bahwa
dirinya baik-baik saja.
“Baiklah, Asalamualaikum” ku jabat tangan ibuku
“Waalaikumsalam” jawabnya kembali.
Hari ini akupun memutuskan untuk berangkat sekolah. Meskipun sebenarnya perasaanku kacau, takut terjadi
apa-apa dengan ibu.
Sepulang sekolah akupun langsung mencari tahu bagaimana kondisi ibuku. Aku sedih, ternyata kudapati ibu
tak sadarkan diri. Dalam kepanikanku langsung saja ku panggil Pak Tarno tetangga sebelah rumahku untuk
membawa ibuku ke rumah sakit.
Di Rumah Sakit
Pikiranku naik turun tak menentu. Suasana sekitar yang ramai itu tak mampu membuat hatiku bahagia.
Perasaanku sedih di tengah keramaian. Tak lama dari itu ada seorang laki-laki bertanya. Rupanya beliau
adalah dokter yang memeriksa keadaan ibu.
“Keluarga pasien Ibu Surti mana ya ?” tanyanya.
Akupun mendekat ditemani Pak Tarno “Saya anaknya, Dok. Bagaimana keadaan ibu saya?”
“Ini ayahmu?” tanyanya kembali
“Ayahku sudah meninggal, Dok. Ibu tinggal hanya bersamaku” sambil kutatap wajah dokter itu.
Dokter itu kemudian mengelus kepalaku dan menjelaskan keadaan ibu “Ginjal ibumu mengalami masalah
dan harus di rawat untuk beberapa hari kedepan”
Hatikupun hancur mendengar keterangan dokter. Yang terbesit dibenakku saat itu, bagaimana aku harus
membayar biaya rumah sakit? Belum lagi sekolahku dan untuk makan sehari-hari. Namun aku harus kuat
demi ibu.
Hari demi hari ku jalani dengan segala ketidak pastian. Ibu belum juga menunjukkan adanya perubahan.
Kini seminggu sudah aku berada di rumah sakit dan tidak berangkat sekolah. Sesekali Pak Tarno menengok
kami menanyakan bagaimana perkembangan ibu. Namun bibir ini serasa berat untuk menjelaskan bahwa
keadaan ibu kian hari kian memburuk. Tubuhnya lemas karena harus sering cuci darah.
Siang ini kubaringkan tubuhku di atas tikar kamar rumah sakit di mana ibuku di rawat. Kupijit-pijit kaki ibu
sampai-sampai lupa bahwa kian lama mata ini kian terpejam. Lantunan adhzan dzuhurpun akhirnya
membangunkanku. Akupun terbangun untuk segera menunaikan sholat dhuhur. Kupandang wajah ibu yang
rasanya nyaman sekali saat itu. “Semoga ibu cepat sehat, ya” (gumamku). Kemudian aku bergegas untuk
mengambil air wudhu dan sholat. Setelah selesai sholat, ternyata ada seorang perawat yang visit untuk
mengecek kondisi ibu.
“Selamat siang Ibu, maaf ya saya periksa dulu” sambil memegang kaki ibuku.
Namun ibu diam saja. Kemudian perawat itu mengulanginya kembali.
“Halo ibu, bolehkah saya periksa?” tanyanya.
Lagi-lagi ibuku tak menjawab sapaan itu.
Keadaan pun berubah menjadi panik setelah perawat itu kemudian memegang tangan ibu dan mengulangulang hasil pemeriksaannya. Akupun mulai cemas, kenapa ibu diam saja. Akhirnya perawat itu lari
memanggil dokter untuk memastikan keadaan ibu.
Dokter pun datang dan segera memeriksa keadaan ibu.
“Innalillahi Wainnaillahi Rojiun” kata dokter itu
Akupun kaget dan tidak percaya.
“Tidaakkkk……. Ibu tidak boleh pergiii, ibu tidak boleh meninggalkanku. Dokter bercanda kan ?? ibuku
tidak mungkin meninggal !!” Dengan tubuh gemetar, tangisanku pun pecah
“Kamu anak hebat. Kamu pasti kuat” sambil menitihkan air mata dokter itu memelukku erat.
Beberapa Hari Setelah Kepergian Ibu.
Kini aku hidup sebatang kara. Namun aku beruntung mempunyai tetangga seperti Pak Tarno. Beliau
orangnya sangat tulus membantuku. Pak Tarno adalah seorang relawan LAZIZMU. Pak Tarno lah yang
menguruskan segala biaya rumah sakit ibu sampai dengan pemakaman. Lewat badan amal milik
muhammadiyah tempat Pak Tarno bekerja, Aku beruntung dan merasa sangat terbantu.
Pak Tarno juga menawarkan kepadaku, “Mut, kamu mau tidak tinggal di panti asuhan muhammadiyah.
Disana kamu akan mendapatkan keluarga baru dan sekolah kamu juga akan terjamin. Pokoknya kamu tidak
usah memikirkan biaya sekolah. Yang kamu pikirkan saat ini adalah kamu harus yakin bahwa kamu bisa
menjadi orang yang sukses nantinya.”
“Tapi apa bisa Pak, anak yatim piatu seperti aku ini bisa jadi orang sukses?” tanyaku
“KUN FAYAKUN. Jika Allah sudah berkendak semua bisa saja terjadi” kata Pak Tarno.
Dengan semangat akupun menyetujui tawaran Pak Tarno untuk tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah.
Alhamdulillah. Dari panti inilah akhirnya kini aku bisa sekolah lagi. Sekarang aku punya keluarga baru dan
sekolah baru. SD Muhammadiyah Sidomukti adalah nama sekolahku saat ini. Di rumah dan sekolah yang
baru ini aku akan mengukir cita-cita dan harapan masa depanku. Akan ku buktikan bahwa aku yang tadinya
anak yatim piatu kelak akan jadi orang yang hebat. Terima kasih LAZIZMU, PAYM, dan SD
Muhammadiyah. Banyak insan diluar sana yang sudah terbantu lewat amal usahamu.

 

 

Biodata Penulis
Assalamualaikum, namaku Naflasya Hasnaiba. Aku biasa dipanggil Lasya. Saat ini aku duduk di kelas 6
SD Muhammadiyah Kebumen. Aku anak pertama dari 2 bersaudara. Alamat rumahku Gg Delima No. 6,
Kebumen. Hobiku membuat komik. Aku bercita-cita menjadi seorang desainer. Motto hidupku adalah
berusaha terus dan pantang menyerah..

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Artikel Terkait

SERAGAM KEBANGGAAN

Sore ini kutegapkan tubuh kecilku di depan cermin. Ku kaitkan satu persatu kancing baju yang telah ibu siapkan di atas tumpukan  kain yang tertata rapi dalam almari kamarku. Yah, berbicara tentang rapi. Ibuku memang jagonya. Setiap sudut rumah hampir tak pernah ada benda yang berserakan. Pokoknya untuk masalah kebersihan ibuku bisa dibilang paling the best.

Baca selengkapnya...

REPLAY 2006

2006Greeeeekkkkk.. duar.. duar !!Rio terbangun kaget. Tubuhnya di atas kasur terombang-ambing seakan ia berada di tengah laut. Seketikatangannya bepegangan erat pada dipan kasur kayu reot.“Rio! Cepat keluar!” Ayahnya tergopoh-gopoh membuka kamarnya. Tubuhnya gontai seperti pemabuk,ke kanan, kekiri, hilang keseimbangan.“Ayaaah..” Rio memeluk ayah. Ia benar-benar takut dengan apa yang sedang terjadi saat itu.“Ibu mana yah?” Tanya

Baca selengkapnya...

10 NASIHAT YANG MENYELAMATKAN

  Chapter 1# PENTINGNYA NASIHAT Pentingnya Nasihat Manusia adalah makhluk yang lemah dan mudah lupa. Pada satu waktu ia berbuat baik, namun pada waktu lain berbuat buruk. Suatu saat ia ingat, pada saat lain lupa. Pada satu waktu ia benar, pada waktu lain salah. Di sinilah pentingnya nasihat dan saran untuk mengingatkan. Melalui nasihat, orang

Baca selengkapnya...